SALAM SEMANGAT


Rabu, 25 Juni 2014

PENGALAMAN MEMBUAT STORYBIRD


Jatuh Bangun Membuat Storybird !!


Pada awalnya saya tidak mengetahui sama sekali tentang storybird. Pertama saya tau itu dari ibu Nur Amalia yaitu salah satu dosen mata kuliah Media Pembelajaran dan ICT. Storybird merupakan layanan online yang dapat membuat kita semua lebih tertarik membuat sebuah cerita dan memberikan sebuah tantangan yang menyenangkan dalam menulis sebuah cerita. Tantanganya berupa membuat cerita tetapi harus sesuai gambar yang tersedia. Kalau biasanya kita membuat ceritanya dahulu, kalau ini dibalik melihat ilustrasi gambar dahulu memilih kemudian membuat cerita. Memang agak susah untuk membuat cerita seperti itu, tetapi itulah daya tarik dari storybird. Storybird adalah sebuah layanan yang membantu orang saling terhubung, bermain, dan membuat serta menyukai cerita. Story bird dapat juga digunakan sebagai media untuk mempermudah guru dalam mengajar yaitu untuk menceritakan sebuah cerita dengan gambar-gambar yang menarik sehingga mudah dipahami peserta didik. 
 Pada saat membuat storybird saya itu bingung sekali. Banyak sekali gambar- gambar dan kita itu disuruh untuk merangkainya agar menjadi sebuah cerita yang menarik. Saya sudah mencoba beberapa kali tapi hasilnya selalu buruk. Saya mencoba membuat lagi, tapi setiap sampai di tengah saya pasti kebingungan. Saya bukanlah orang yang mudah menyerah. Saya terus mencoba lagi dan lagi dan pada akhirnya saya bisa membuat storybird sengan judul "Mimpi Besar Sissy".

Kamis, 19 Juni 2014

NILAI MORAL TAK BERARTI TANPA KECERDASAN

Mendikbud: Nilai Moral tak Berarti Tanpa Kecerdasan

 

REPUBLIKA.CO.ID,  MALANG — Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Indonesia Mohammad Nuh mengatakan, nilai moral menjadi tak berarti tanpa adanya kecerdasan dan keterampilan.

Pernyataan itu diucapkan Nuh saat pidato orasi ilmiah wisuda ke-72 Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Malang, Jawa Timur (Jatim), Sabtu (31/5). Dihadapan 1.134 wisudawan dan orang tua wali, Nuh meminta supaya lulusan UMM agar memiliki kebanggaan dan rasa syukur karena berhasil lulus dari kampus putih ini. Ini karena tidak semua orang bisa menjadi mahasiswa.

“Kalaupun jadi mahasiswa, tidak semuanya bisa kuliah di UMM yaitu salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia. Dan kalaupun bisa kuliah di sini tidak semuanya bisa lulus,” ujarnya, Sabtu.
Karena itu, Nuh menyebut para wisudawan ini sebagai generasi sang matahari karena memiliki kesempatan menghadirkan inspirasi dan pencerahan dengan ilmu yang telah dipelajari. Ia mengakui, moralitas dan kejujuran memang penting ditanamkan dan diterapkan para wisudawan.
“Namun tanpa kecerdasan dan keterampilan, nilai-nilai moral menjadi tak berarti di era sekarang ini,” ujarnya.

Untuk itu, ia menilai, inspirasi dan pencerahan nilai moral, kecerdasan, dan keterampilan itu sudah dicontohkan oleh UMM. Nuh mencontohkan, Sungai Brantas yang membelah kampus ini yang dimanfaatkan UMM sebagai pembangkit listrik tenaga mikro hidro.
Jadi terbukti bahwa adanya sungai tidak hanya memperindah kampus, tetapi bisa diberdayakan untuk memasok kebutuhan listrik. Pada kesempatan itu, Nuh juga mengatakan bahwa saat ini Indonesia berada pada posisi yang sangat bagus. Dari segi ekonomi, kata Nuh, Indonesia termasuk sepuluh besar ekonomi dunia.

Padahal dua tahun lalu, posisi Indonesia masih di 16 besar. Namun sayangnya, masih ada saja yang tidak percaya Indonesia saat ini mencapai prestasi itu. Sehingga tidak heran jika banyak orang Indonesia tidak percaya bahwa negara ini bisa menjadi sepuluh besar ekonomi dunia karena masyarakat Indonesia tengah mengidap perasaan rendah diri yang sudah membudaya (inferior).
“Rasa inferior itu terjadi karena kita sudah lama tidak merasakan keberhasilan, jadi sekali sukses rasanya aneh,” ujarnya.

Nuh juga memandang Indonesia diuntungkan karena secara demografis karena hingga tahun 2035, populasi bangsa ini akan diisi oleh orang-orang yang berada di usia produktif. Sehingga Indonesia akan menikmati kentungan demografis tersebut di usia 100 tahun Indonesia mereka yaitu 2045.
“Nah, kalian yang saat ini diwisuda menjadi bagian dari generasi ini,” tegasnya.


Sumber: republika

Jumat, 13 Juni 2014

PERMASALAHAN PENDIDIKAN DI INDONESIA PADA TINGKAT MAKRO DAN MIKRO



 MAKALAH PERMASALAHAN PENDIDIKAN DI INDONESIA PADA TINGKAT MAKRO DAN MIKRO
(Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Inovasi Pendidikan)
Dosen Pengampu : Ibu Sri Hartini





Disusun Oleh :

1.      ANISA FATMAWATI                    (A510120203)
2.      ANGGUN PRANOTO                    (A510120217)
3.      FERI INDRI Y                                 (A510120223)
4.      IKA SURYANINGSIH                    (A510120230)
5.      NOVITA WULANDARI                 (A510120239)


PROGRAM S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014

  
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar BelakangMasalah
Pendidikan dalam bahasa Inggris adalah education. Kata bahasa Inggris (education) berasal dari bahasa Latin, yaitu ducare, yang berarti “menuntun, mengarahkan, atau memimpin”. Dengan menambahkan e, berarti “keluar”. Maka, berdasarkan asal kata, pendidikan berarti “menuntun, mengarahkan dan memimpin keluar. Dalam buku Tim Pengembangan Pendidikan FIP-UPI, melihat pengertian pendidikan dari bahasa Yunani, yaitu Paedagogi, terdiri dari dua kata “paid” artinya anak dan “agogos” yang artinya membimbing. Sehingga  pedagogi dapat diartikan sebagai “ilmu dan seni mengajar anak (the art and science of teaching children)”
Pendidikan di Indonesia adalah seluruh pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia, baik itu secara terstruktur maupun tidak terstruktur. Secara terstruktur, pendidikan di Indonesia menjadi tanggung jawab Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemdikbud), dahulu bernama Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Depdiknas). Di Indonesia, semua penduduk wajib mengikuti program wajib belajar pendidikan dasar selama sembilan tahun, enam tahun di sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah dan tiga tahun di sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah. Saat ini, pendidikan di Indonesia diatur melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Indonesia semakin hari kualitasnya makin rendah. Berdasarkan Survey United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), terhadap kualitas pendidikan di Negara-negara berkembang di Asia Pacific, Indonesia menempati peringkat 10 dari 14 negara. Sedangkan untuk kualitas para guru, kulitasnya berada pada level 14 dari 14 negara berkembang.
Salah satu faktor rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah karena munculnya berbagai masalah makro dan mikro dalam dunia pendidikan seperti halnya    lemahnya para guru dalam menggali potensi anak. Para pendidik seringkali memaksakan kehendaknya tanpa pernah memperhatikan kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki siswanya. Kelemahan para pendidik kita, mereka tidak pernah menggali masalah dan potensi para siswa. Pendidikan seharusnya memperhatikan kebutuhan anak bukan malah memaksakan sesuatu yang membuat anak kurang nyaman dalam menuntut ilmu. Proses pendidikan yang baik adalah dengan memberikan kesempatan pada anak untuk kreatif. Itu harus dilakukan sebab pada dasarnya gaya berfikir anak tidak bisa diarahkan.
Dari penjabaran diatas penulis ingin menganalisis permasalahan – permasalahan dalam pendidikan pada tingkat makro dan mikro yang terjadi dalam sistem pendidikan di Indonesia dengan tujuan penulis ingin mencoba memberikan solusi dari berbagai macam – macam masalah pendidikan yang muncul dari tingkat mikro sampai dengan makro.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan permasalahan makro dan mikro dalam pendidikan ?
2.      Apa saja masalah – masalah yang muncul pada tingkat makro beserta solusinya ?
3.      Apa saja masalah – masalah yang muncul pada tingkat tingkat mikro beserta solusinya ?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian permasalahan makro dan mikro dalam pendidikan.
2.      Untuk mengetahui masalah – masalah yang muncul pada tingkat mikro beserta solusi.
3.      Untuk mengetahui masalah – masalah yang muncul pada tingkat makro beserta solusi.

D.    Manfaat
1. Bagi Calon Guru
Menambah wawasan tentang macam-macam permasalahan pendidikan di Indonesia pada tingkat makro dan mikro, sehingga sebagai calon guru dapat mengetahui solusi yang tepat dalam mengatasi masalah yang muncul dalam pendidikan.

2. Bagi Guru
Memahami berbagai permasalahan pendidikan di Indonesia pada tingkat makro dan mikro, sehingga seorang guru dapat mengatasi masalah khususnya pada persoalan tingkat mikro.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian masalah makro dan mikro dalam dunia pendidikan
Masalah makro adalah masalah-masalah pendidikan yang secara global atau universal dirasakan oleh hampir semua institusi pendidikan dalam proses pembelajarannya. Masalah pada tataran makro berhubungan dengan kondisi masyarakat dan lingkungan yang secara makro mempengaruhi proses pembelajaran, misalnya perkembangan media hiburan (seperti play station sampai ke pelosok desa) yang sulit di kendalikan dan mempengaruhi para siswa. Masalah pada tataran makro, agak sulit untuk ditangani oleh guru secara langsung. Hal ini harus ditangani secara bersama-sama dengan pihak terkait baik itu atasan guru (kepala sekolah) maupun pihak dinas pendidikan dan pihak komite sekolah. Masalah-masalah pada kategori ini juga memerlukan bantuan pihak luar seperti masyarakat / orang tua siswa.
Sedangkan masalah pada tataran mikro berhubungan dengan masalah - masalah yang dihadapi oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran di dalam kelas. Masalah pada tataran mikro adalah masalah yang dialami guru secara langsung pada saat melaksanakan proses pembelajaran. Jadi wujudnya lebih konkrit dan dapat ditemukan dalam rutinitas keseharian pendidikan/pembelajaran.

B.     Masalah makro beserta solusi yang di tawarkan
Secara makro problem pendidikan belum mampu memberikan kesempatan belajar yang merata pada struktur hirarki pendidikan (SD, SMP, SMA, PT). Hal ini juga semakin diperparah oleh terbatasnya kualitas pendidikan yang ditandai antara lain dengan rendahnya produktivitas belajar siswa. Belum lagi tidak terjadi sinergitas antara pendidikan sekolah dengan dunia sekitar khususnya dunia kerja, dan belum sesuainya dengan perkembangan IPTEKS.
Problem Pendidikan Ditinjau Dari Learning Resource dapat dibagi menjadi 8 di antaranya yaitu :


1.      Pendidik / guru
Pengembangan staf pengajar agar memilliki kompetensi profesional di bidang ICT yang begitu sangat minim. Sikap pendidik yang enggan mengikuti perubahan dan rasa takut terhadap teknologi informasi baru. Selain itu dalam pasal 10 ayat (1) Undang – Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyebutkan bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional diperoleh melalui pendidikan profesi.
Ø  Analisis persoalannya: di lihat dari hal ini, memang sebagian dari guru di Indonesia sulit mengikuti dengan cepat perubahan – perubahan yang terjadi pada dewasa ini. Hal ini terkait dengan pendidikan dan pelatihan yang mereka ikuti ketika masih di godog menjadi seorang guru / ketika mereka masih dalam masa kuliah. Dalam perkuliahan itu sendiri, terkadang materi yang di sampaikan dosen masih sangat monoton sedangkan kelak nantinya seorang guru di tutntut aktif dan tanggap ketika proses pembelajaran. Dapat mengendalikan situasi dan kondisi yang ada di lapangan.  Selain itu, hal ini juga di pengaruhi dari faktor individu itu sendiri, yang mana faktor ini merupakan faktor utama ketidaksanggupan guru menangani problem yang ada di sekitarnya. Terkesan cenderung malas untuk mencoba hal – hal baru yang mana hal itu sebenarnya sangat ia butuhkan kelak nantinya, contohnya seperti mempelajari ICT. Keprofesionalitasan guru di pertaruhkan disini. Ketika melihat hal ini, sebaiknya perbaikan guru itu di mulai ketika berada pada bangku kuliah. Mencari pengalaman sebanyak – banyaknya baik secara akademik maupun non akademik. Latih kekreatifitasan ketika masih ada waktu yang banyak untuk belajar. Selain itu, perombakan proses perkuliahan pada mata kuliah tertentu yang monoton hendaknya di laksanakan. Ketika persoalan itu terlanjur terjadi pada gurunya, hendaknya di beri pelatihan – pelatihan tertentu supaya menambah kreatifitasnya.
Ø  Sebagian guru di Indonesia kompetensi yang dimiliki belum sesuai dengan pasal 10 ayat (1) Undang – Undang 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang telah dijelaskan diatas, karena banyak sebagian guru yang memiliki kepribadian yang buruk. Guru adalah pedoman bagi murid – muridnya, sehingga guru harus dapat bersikap dan bertindak dengan baik. Tapi kenyataaannya, sebagian guru ada yang memberikan perlakuan yang kurang baik terhadap muridnya. Contohnya itu dalam kasus JIS di Jakarta. Selain itu ada guru yang membuly muridnya sendiri. Dengan keadaan tersebut, guru di Indonesia belum sepenuhnya memiliki kompetensi kepribadian yang baik karena banyak tindakan-tindakan guru yang tidak terpuji.
Solusinya : Kepribadian itu dapat diperbaiki oleh usaha guru itu sendiri. Guru harus banyak mengikuti seminar motivasi agar guru tersebut memiliki kepribadian yang baik. Kepribadian masing-masing orang itu berbeda – beda. Bagaimanapun caranya sebagai calon guru harus bisa mengatur sikapnya dan emosinya agar dapat bersikap yang baik di depan muridnya. Selain itu guru harus dibekali dengan nilai – nilai keagamaan agar selalu ingat kepada Allah SWT.

2.      Pemanfaatan ICT yang belum maksimal.
Ø  Analisis persoalan: dalam masa dewasa ini, kita tidak bisa terlepas dari yang namanya IPTEK. Dimana sekarang ini orang dapat mengakses apapun dari hal tersebut. Namun, hal ini belum di fungsikan oleh pendidikan yang ada di Indonesia dengan maksimal. Hal ini terlihat dari belum luasnya pengembangan jaringan informasi baik yang bersifat lokal, regional maupun global / internasional pada setiap lembaga pendidikan. Dan juga belum meratanya penyebarluasan informasi tentang pengembangan dan pemanfaatan ICT. Sebaiknya dengan adanya hal ini, kita mulai mensinkronkan pembelajaran menggunakan ICT.
Selain beberapa hal di atas, ada persoalan makro yang lain, yaitu:
3.      Kendala peningkatan mutu pendidikan.
Kendala peningkatan mutu pendidikan ini disebabkan karena pemberian peranan yang kurang proporsional terhadap sekolah, kurang memadainya perencanaan, pelaksanaan, dan ketidaksesuaian pengelolaan system kurikulum, lingkungan kerja yang tidak kondusif, tidak cukupnya jam pelajaran, kurangnya sumber daya, dan pengadaan staf, serta tidak merata secara nasional.
Ø  Analisis persoalannya: Kendala peningkatan mutu pendidikan yang disebabkan karena kurang proporsionalnya peranan sekolah dapat di carikan solusi dengan membuat peraturan – peraturan yang di buat oleh dinas, dimana sekolah itu juga memiliki partisipasi dalam memberikan suaranya untuk peningkatan mutu pendidikan itu sendiri. Karena sinergi dari semua pihak diharapkan mampu menimbulkan kolaborasi yang diharapkan mampu memperbaiki mutu yang ada di pendidikan. Walaupun demikian, dinas ataupun pusatlah yang memiliki wewenang memutuskan kebijakan yang akan di ambil.
Kurang memadainya perencanaan dan pelaksanaan terkait dengan Pengadaan buku-buku pelajaran pokok untuk murid serta buku pedoman guru sekolah dasar dan sekolah-sekolah lanjutan, buku-buku pelajaran kejuruan dan tehnik untuk sekolah-sekolah yang memerlukannya dan buku-buku perpustakaan dalam berbagai bidang study pada pendidikan tinggi.
Ketidaksesuaian pengelolaan system kurikulum, dari hal ini kita dapat melihat apakah pendidikan ini hanya bertindak sebagai penuntut saja atau pendidikan ini dapat berfungsi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Ketika kurikulum yang di gunakan sebagai dasar dalam pelaksanaan pembelajaran belum bisa menjiwai sebagai bentuk dari pendidikan itu sendiri, maka ketercapaian dari tujuan pendidikan tidak dapat tercapai secara maksimal. Kurikulum ini, hendaknya mencakup semua aspek baik kognitif, afektif, psikomotorik dan spiritual. Dalam hal ini pengembangan kurikulum termasuk cara penyajian pelajaran dan system study pada umumnya juga lebih di detailkan lagi.
Selain hal- hal tersebut, pengadaan alat-alat peragadan alat-alat pendidikan lainnya pada sekolah dasar (SD), TK, dan SLB, laboratorium IPA dan SMP & SMA, fasilitas dan perlengkapan latihan dan praktik pada sekolah-sekolah kejuruan dan tehnik serta laboratorium untuk berbagai bidang ilmu pendidikan untuk Perguruan Tinggi.
Ketidakmerataan secara nasional itu kalau menurut analisi kami, tidak harus selalu di salahkan kepada pemerintah, karena terkadang medan tempat dari institusi pendidikan itu sendiri masih sangat jauh dari pembangunan daerah. Namun walaupun demikian, pemerataan ini harus lebih di gancarkan lagi salah satu solusi yang di tawarkan yaitu dengan inovasi pendidikan yaitu seperti Indonesia Mengajar yang mana guru – guru yang biasanya enggan di tempatkan di daerah 3T( terpencil, terluar, terbelakang) kini mau di pindahkan dengan pengadaan seperti hal ini
Perlukiranya dilakukan kegiatan – kegiatan untuk peningkatan mutu guru antara lain, dengan presensi kedisiplinan guru; pertemuan guru / rapat guru untuk memperbaiki situasi belajar mengajar di sekolah; penataran guru untuk meningkatkan kemampuan profesionalisme guru; mengikuti kursus pendidikan untuk menambah wawasan dan pengetahuan guru; mengadakan loka karya untuk meningkatkan mutu hidup pada umumnya serta mutu dalam hal pekerjaan.
4.      ketidakmerataan pendidikan di Indonesia
Berdasarkan Pasal –pasal Undang-Undang Sisdiknas berikut dikutip dari buku Kebijakan Pendidikan Islam Dari Ordonisasi Guru Sampai UU Sisdiknas karena terkait dengan tugas pokok dan fungsi Pemerintah Daerah.
Bab VIII
WAJIB BELAJAR
1.      Setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar.
2.      Pemerintahan dan pemerintah daerah menjamin keselenggaranya wajib belajar minimum pada jenjang pendidikan dasar tanpa memunggut biaya.
3.      Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah,pemerintah daerah dab masyarakat.
Analisis persoalan :
Banyak kita ketahui dan kita lihat di Indonesia masih banyak anak-anak yang seharusnya mendapatkan pendidikan yang layak,tapi sekarang ini masih banyak yang tidak mendapatkan pendidikan yang layak,akibatnya banyak anak-anak yang usia masuk sekolah atau d bawah umur banyak yang menjadi pengamen.pengemis,gelandangan dan kadang menjadi pemulung untuk memenuhi kenutuhan sehari-hari yang seharusnya tidak mereka lakukan sesuai usianya.
Solusi :
Seharusnya pemerintah lebih memperhatikan pendidikan Indonesia,dan pemerintah konsekuen terhadap peraturan yang dimuat dalam undang-undang yang berisi bahwa anak  usia 6 tahun wajib mendapatkan pendidikan di indonesia dan pemerintah seharusnya mengadakan program sekolah gratis dan sekolah tersebut tersebar di seluruh Indonesia agar semua anak-anak bangsa dapat merasakan pendidikan yang layak karena anak-anak tersebut akan menjadi penerus bangsa Indonesia.

C.    Masalah mikro beserta solusi
Masalah – masalah Mikro dalam Pendidikan sebegai berikut :
1.      Sulit memahami pelajaran yang diceramahkan.
Ø  Analisis persoalan: Dalam memahami pelajaran, setiap anak punya daya tangkap yang berbeda – beda. Dari daya tangkap yang berbeda inilah kita dapat melihat bahwa cara yang kita gunakan dalam membelajarkan materi harus menggunakan metode yang efektif dan efisien. Ketika kia hanya menggunakan metode ceramah saja, hal iin akan menjadi sesuatu yang monoton, yang tidak asik dan menarik. Memori siswa mudah cepat lupa ketika mereka hanya mendengar saja, namun ketika pembelajaran itu di lakukan dengan cara aplikasi / praktek maka selain menjadi menarik, hal ini akan lebih bisa bertahan lama dalam memori siswa.

2.      Sulit untuk memahami konsep yang rumit
Ø  Analisis persoalannya: dalam memahami konsep materi pembelajaran, tentu ada yang mudah, sedang dan sulit. Cara mengatasi hal ini, adalah dengan membuat konsepm ini menjadi suatu game yang mana itu merupakan pokok – pokok atau konsep yang akan di belajarkan pada siswa.

3.      Terbatasnya waktu untuk belajar.
Ø  Analisis persoalan: seringkali dalam satu waktu proses pembelajaran, waktu yang di butuhkan itu masih sangat kurang sedangkan materi yang di ajarkan masih belum terselesaikan semua. Hal ini menunjukkan bahwa memang masih ada masalah antara waktu yang di gunakan dengan materi yang di ajarkan. Ketika hal ini terjadi, sebaiknya guru memberikan tambahan jam pelajaran untuk siswa supaya materi pembelajarannya dapat terselesaikan.

4.      Korupsi di tingkat sekolah
Korupsi di tingkat sekolah bukanlah suatu masalah baru bagi kebanyakan sekolah negeri. Hal ini turut andil dalam menyebabkan rendahnya mutu pendidikan dan menimbulkan semakin mahalnya biaya pendidikan. Korupsi dalam bentuk penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan diri sendiri sekarang ini merupakan praktek yang lazim dilakukan. Oleh sebab itu korupsi bukanlah hal yang mudah untuk diselesaikan.
Ø  Analisis persoalannya: Memerlukan pembaharuan kebijakan pendidikan melalui consensus antara birokrat dan komunitas sekolah. Melacak isu  soal perpindahan dan mutasi dan mengembangkan pendekatan adalah bagian penting dari sebuah kesepakatan bersama dalam mengambil keputusan. Kelas dan sekolah harus dijadikan cermin oleh birokrasi pendidikan, bagaimana sebenarnya system pendidikan kita dijalankan. Membangun control sosial di semua level pendidikan yang memungkinkan sekolah terus melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Dalam pelaksanaan program belajar mengajar guru, kepala sekolah, siswa, dan masyarakat harus tercermin dalam program penguatan kapasitas guru sekaligus kapasitas peran serta masyarakat. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus terus berupaya mengevaluasi seluruh tools yang berkaitan dengan perangkat perundang-undangan yang di anggap lemah dan perlu diubah, terus berupaya meningkatkan kapasitas manajemen sekolah secara berkesinambungan.
Membuat sebuah program perencanaan manajemen keuangan sekolah, agar warga sekolah semakin peduli pada setiap rencana yang akan sekolah tetapkan.
Komite sekolah harus dapat menciptakan kondisi sekolah yang transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu. Alasannya sederhana, yaitu komite sekolah  juga memiliki fungsi sebagai pemberi pertimbangan (advisory agency), pendukung (supporting agency), pengontrol (controlling agency), dan mediator. Komite sekolah merupakan kekuatan nyata yang tak pernah diberdayakan sekaligus diikut sertakan dalam menyusun RAPBS. (Sumber: Lampung Post 21 Juni 2012).

5.      Interaksi Satu Arah dan Perlakuan Sama dari Guru : Masalah Utama
Ø  Analisis Persoalan: Masalah pendidikan di Indonesia tidak selalu berbicara mengenai pemerataan pendidikan, pembangunan pendidikan, indeks pembangunan manusia atau masalah-masalah lain yang bersifat makro. Dengan kata lain, masalah pendidikan tidak hanya yang bersifat makro tetapi juga dalam lingkup kecil di tingkatan mikro. Dalam hal ini, proses belajar mengajar di kelas merupakan sesuatu yang penting dan sama pentingnya dengan masalah pemerataan pendidikan. Oleh karena itu, proses belajar mengajar tidak boleh dilupakan.
Dalam proses belajar mengajar tentunya harus berbenah pada apa yang terjadi di kelas. Tidak boleh dipungkiri bahwa terkadang siswa memiliki waktu di kelas lebih banyak dibandingkan dengan waktu bersama orang tua ataupun dengan teman sebaya. Dengan demikian, kelas menjadi ruang pembentukan karakter selain tentunya pembentukan kemampuan kognitif dari anak. Oleh karena itu, kelas beserta proses belajar mengajar akan menjadi rezeki bagi kemajuan bangsa jika ditangani dengan baik dan juga akan menjadi malapetaka bagi bangsa jika tida tertangani.
Proses belajar mengajar di kelas secara garis besar menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan tradisional dan non-tradisional. Dalam hal ini, pendekatan tradisional hanya bersifat komunikasi satu arah. Optimalisasi peran guru menjadi sesuatu yang disakralkan dalam pendekatan tradisional ini. Sayangnya, pendekatan tradisional ini justru yang dipraktekan ke dalam pendidikan formal di Indonesia. Pendekataan tradisional dianggap cocok dengan situasi Indonesia dimana satu kelas dapat berisi 40 dan 50 siswa. Ditambah lagi. guru masih jarang terlibat pada penyusunan materi yang diajarkan dan hanya terbatas pada aspek menyampaikan apa saja yang dijawantahkan dalam kurikulum.
Dalam situasi pendidikan formal dengan pendekatan tradisional maka interaksi yang muncul antara guru dan siswa tentunya interaksi formal. Padahal antara siswa satu sama lain memiliki karakteristik yang berbeda. Ditambah lagi perlakuan dari guru terhadap semua siswa di kelas ialah bersifat general walaupun masing-masing dari siswa tentunya memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Dengan situasi pendidikan formal maka yang muncul hanya generalisasi terrhadap karakteristik siswa seperti gambar dibawah ini :
Dalam proses belajar formal maka perlakuan terhadap siswa A dengan karakteristiknya, siswa B dengan karakeristiknya dan siswa C dengan karakterisknya ialah sama. Jika  melihat karakteristik antara siswa A, siswa B dan siswa C ialah berbeda. Bahkan dapat dikatakan bahwa siswa A dan siswa C memiliki masalah sama yaitu sulit menangkap pelajaran tetapi perilaku mereka berbeda, untuk siswa A mudah tersinggung dan emosi sementara siswa C ialah pemalu dan pendiam. Dengan kata lain, memang memiliki masalah yang sama yaitu sulit menangkap pelajaran tetapi tentunya perlakuan antara mereka tetap harus berbeda.
Dalam proses belajar formal, interaksi yang muncul ialah interaksi satu arah dimana guru memperlakukan siswa secara aktif dan siswa menerima apa adanya dengan pasif. Dengan begitu, pemberian materi tentunya hanya bersifat pasif dimana guru menjadi subjek pembelajaran dan murid sebagai objek pembelajaran.
Dengan adanya perlakuan sama oleh guru terhadap siswa bukan semata-mata kesalahan guru. Terdapat label dalam pendidikan formal di Indonesia bahwa guru ialah ‘Superman’ yang sakti dan serba tahu. Davies membuat suatu daftar tugas dan fungsi guru sebagai berikut (Miarso, 2004 : 593) :

       
Dengan melihat daftar di atas maka muncul pertanyaan apakah guru dapat melakukan semua itu. Hanya pendidikan formal di Indonesia yang mempercayai bahwa guru dapat melakukan seperti pada daftar di atas. Daftar fungsi dan tugas guru yang dibuat oleh Davies secara tidak langsung disahkan oleh sistem sehingga guru harus melakukan semua peran seperti daftar di atas.
Singkatnya ialah bahwa masalah mikro dari pendidikan di Indonesia terkait proses belajar dan mengajar ialah komunikasi satu arah di kelas dan perlakuan yang sama dari guru terhadap siswa yang memiliki karakteristik berbeda-beda. Oleh karena itu, yang mnejadi solusi ialah kebalikannya. Komunikasi satu arah diganti menjadi komunikasi dua arah lalu perlakuan sama diganti dengan perlakuan berbeda yang tidak membedakan. 
Komunikasi dua arah dan perlakuan berbeda tetapi tidak membedakan harus digunakan dalam proses belajar mengajar di kelas. Akan tetapi, untuk mewujudkan kedua hal tersebut akan membutuhkan upaya-upaya yang tidak mudah. Kedua hal tersebut (komunikasi dua arah dan perlakuan berbeda tetapi tidak membedakan) akan terwujud jika mengikuti rekomendasi oleh Hunt antara lain (Dede, 2004 : 152):
1.          Siswa harus dilatih ketrampilan membaca dalam konteks memahami pesan-pesan tertulis yang terdapat dalam bacaan.
2.          Siswa harus dilatih untuk mau dan mampu berbicara dengan baik, mereka harus didorong untuk berbicara dan senantiasa memiliki sesuatu yang sangat penting untuk disampaikan kepada guru, sehingga dia terlatih menyampaikan pendapat dan pandangannya dengan baik.
3.          Guru harus menyediakan kesempatan bagi siswa untuk membiasakakan menyampaikan pandangan, pendapat atau berbagai pertanyaaan, baik dengan menggunakan bahasa tulis maupun lisan sehingga mereka terus terlatih untuk menyusun bahasa tulisnya sebaik mereka melatih menyusun bahasa lisannya.
4.          Guru juga harus menata ruangan kelas yang mendukung proses komunikasi kelas dengan baik, sehingga siswa terus terdorong untuk melakukan komunikasi verbal dengan gurunya
5.          Guru juga harus dengan sabar mendengarkan penyampaian mereka atau mempelajari bahasa tulis mereka serta memberi feed back untuk perbaikan ke depan




BAB III
PENUTUP


A.    SIMPULAN
Permasalahan pendidikan itu adalah persoalan yang di hadapi dalam dunia pendidikan. Masalah makro adalah masalah-masalah pendidikan yang secara global atau universal dirasakan oleh hampir semua institusi pendidikan dalam proses pembelajarannya. Masalah pada tataran makro berhubungan dengan kondisi masyarakat dan lingkungan yang secara makro mempengaruhi proses pembelajaran, misalnya perkembangan media hiburan (seperti play station sampai ke pelosok desa) yang sulit di kendalikan dan mempengaruhi para siswa. Masalah pada tataran makro, agak sulit untuk ditangani oleh guru secara langsung. Hal ini harus ditangani secara bersama-sama dengan pihak terkait baik itu atasan guru (kepala sekolah) maupun pihak dinas pendidikan dan pihak komite sekolah. Masalah-masalah pada kategori ini juga memerlukan bantuan pihak luar seperti masyarakat / orang tua siswa.
Sedangkan masalah pada tataran mikro berhubungan dengan masalah - masalah yang dihadapi oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran di dalam kelas. Masalah pada tataran mikro adalah masalah yang dialami guru secara langsung pada saat melaksanakan proses pembelajaran. Jadi wujudnya lebih konkrit dan dapat ditemukan dalam rutinitas keseharian pendidikan/pembelajaran.
Singkatnya ialah bahwa masalah mikro dari pendidikan di Indonesia terkait proses belajar dan mengajar ialah komunikasi satu arah di kelas dan perlakuan yang sama dari guru terhadap siswa yang memiliki karakteristik berbeda-beda. Oleh karena itu, yang mnejadi solusi ialah kebalikannya. Komunikasi satu arah diganti menjadi komunikasi dua arah lalu perlakuan sama diganti dengan perlakuan berbeda yang tidak membedakan. 







DAFTAR PUSTAKA
Soebahar, Halim. 2013. Kebijakan Pendidikan Islam Dari Ordonansi Guru Sampai UU
Sisdiknas. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Rachmawati, Tutik & Daryanto. 2013. Penilaian Kinerja Profesi Guru Dan Angka
Kreditnya. Yogyakarta : Gava Media.
Irvan. 2013. “Makalah Permasalahan Pendidikan di Indonesia” (online),
Andreas. 2013. “Pengertian Pendidikan” (online),
Dewiastiti. 2013. “Permasalahan Pendidikan di tingkat Makro dan mikro” (online),
Saifudin,Taufiq. 2011. “Problem-Problem Pendidikan” (online),